Mengenal Gen-Z Lewat Lagu “Negara Lucu”
Kasus Mario Dandy Satrio, putra pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo, kini menjadi sorotan publik. Di media sosial, nama Mario Dandy semakin ramai dibicarakan, dan istilah “Generasi Z” pun ikut muncul dalam perbincangan tersebut.
Generasi Z, yang mencakup mereka yang lahir antara tahun 1996 hingga 2009, memang selalu menarik perhatian. Karakter dan perilaku mereka kerap menciptakan fenomena yang unik, terutama dalam konteks sosial media di Indonesia.
Mengamati Generasi Z melalui sosial media sering kali membuat kita kebingungan. Mereka adalah generasi yang multikultural, tetapi pandangan mereka terhadap dunia kadang sulit dipahami. Media sosial menjadi cermin yang memperlihatkan bagaimana Gen Z mengekspresikan diri, mulai dari keluh kesah di dunia kerja hingga cara mereka merespons berbagai fenomena sosial. Konsep “out of the box” sepertinya menjadi ciri khas mereka.
Salah satu lagu yang mungkin paling mencerminkan karakteristik mereka adalah “Negara Lucu” yang dipopulerkan oleh Enau. Dengan lirik yang kritis, lagu ini menyentil tentang ketidakpuasan dan sikap Gen Z terhadap pendidikan dan dunia kerja. “Sudut pandangku tentang mereka, yang banyak tanya tanpa membaca. Katanya sekolah, tapi otaknya mana?” kurang lebih seperti itulah penggalan liriknya, mencerminkan pandangan tajam mereka terhadap realitas.
Dari lagu yang telah ditonton lebih dari 40 juta kali di YouTube ini, kita bisa menangkap makna yang lebih dalam tentang karakter Gen Z di tempat kerja: “Sedikit gerak, banyak maunya.” Ini menunjukkan perbedaan mencolok antara Gen Z dan generasi milenial. Sementara milenial cenderung berorientasi pada tujuan, kolaborasi, dan jenjang karier, Gen Z lebih dipandu oleh motivasi finansial dan keseimbangan hidup.
Generasi Z berusaha menciptakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, menekankan pentingnya kesehatan mental. Istilah “healing” pun sering kali muncul dalam percakapan mereka, menggambarkan upaya mereka untuk menjaga kesejahteraan di tengah tuntutan hidup yang kian berat.
Walaupun perilaku Gen Z mungkin berbeda dari generasi sebelumnya, perlu diingat bahwa milenial juga sering digambarkan dengan stigma negatif, seperti sulit diatur atau kurang mampu menerima kritik. Pada akhirnya, tidak ada generasi yang sempurna; setiap generasi memiliki tantangan dan kekuatannya masing-masing.
Melihat fenomena ini, kita perlu lebih memahami dan menghargai cara pandang Generasi Z yang unik. Dengan memahami karakter mereka, kita bisa membangun jembatan komunikasi yang lebih baik antara generasi, demi menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan saling mendukung.