Sewindu: Kalut – Chapter 1
Januari 2028, di salah satu rumah sakit pemerintah.
“Baik pemirsa, delapan tahun dunia hidup berdamai dengan virus mematikan. Saat ini, Tim ABC menemukan sebuah fakta baru bahwa virus tawa mematikan ini telah bermutasi.”
Terdengar suara batuk yang saling sambut menyambut, tak dapat dihitung berapa pasien yang mengeluarkan cairan merah kental dari mulut dan hidungnya. Layak seperti sebuah posko kesehatan perang dunia ke II. Darah berceceran di setiap sudut lantai, tembok, dan pakaian para perawat di ruang isolasi.
Tiba-tiba, seorang pasien mendekat. Berjalan dengan tengleng terkoyak-koyak, menyeret kakinya di lantai, tanpa mengangkat sepatu kusam yang ternodai bercak merah pula.
“Rian, kembali ke studio, Rian. Tampaknya situasi di lapangan semakin genting.”
Semakin dekat. Pasien nampak terlihat seperti zombie. Mutasi virus yang mematikan ini lebih menyeramkan ketimbang delapan tahun lalu, yang dianggap publik pada saat itu merupakan sebuah konspirasi untuk kepentingan bisnis yang manis.
“Rian! Ulangi, kembali ke studio.”
“Rian!”
“Rian!!!”
“Agghhhhhhh”
Tampak jelas, pasien itu memuntahkan cairan merah kental dan berlendir ke wajah reporter beserta kameramen. Keduanya basah kuyub. Tidak masuk akal, bagaimana bisa cairan itu keluar dari mulut dengan amat banyak hanya dalam satu kali pompa saja. Sementara pasien itu jatuh dan tidak sadarkan diri.
Di dalam sebuah rumah sederhana. Televisi kehilangan sinyal. Laporan BreakingNews Media ABC pun akhirnya terputus, tepat saat sang reporter itu menjerit-jerit histeris.
“Wahh, di luar tampaknya sudah semakin genting ya, Win, beruntung aku sudah belanja stok makanan untuk beberapa pekan ke depan,” kata seorang suami kepada pasangannya, yang tengah menikmati hidangan makan siang.
Belum diketahui pasti, apa dampak yang terjadi dari virus bermutasi ini. Belakangan diketahui hampir sembilan puluh persen pasien yang terpapar virus itu tewas mengenaskan. Tiga puluh persen di antaranya ditembak mati usai mengeluarkan cairan merah pekat.
Di ruang tengah dalam rumah ini, pasangan muda yang baru saja menikah pekan lalu mendadak tertawa terbahak-bahak.
Televisi yang sebelumnya kehilangan sinyal seketika hidup kembali,”mohon maaf pemirsa, dari studio ABC TV kami menyampaikan belasungkawa atas rekan kami sang reporter, serta kameramen yang diketahui tewas terpapar virus tawa ini di pusat kesehatan pemerintah. Saat ini kami akan melaporkan liputan eksklusif di pusat penelitian milik pemerintah. Baik, Dr. Samuel, kami persilahkan.”
“Kami telah menguji sampel virus tawa ini, dan perlu diketahui masyarakat bahwa virus ini telah bermutasi menjadi dua, virus A dan virus B, yang mana dampaknya pada pasien yang terpapar virus A akan tidak sadarkan diri usai memuntahkan darah, bahkan berujung kematian.”
“Sebentar pak, barusan Anda menyebutkan bahwa virus ini bermutasi menjadi dua jenis, apakah yang Anda maksud virus B merupakan virus yang sama dari sebelumnya?” tanya presenter.
“Tidak. Sejauh ini kami tidak mendapatkan bahwa virus sebelumnya masih ada. Setelah bermutasi, virus lama akan mati. Kami sedang menguji lebih dalam virus B yang merupakan hasil mutasi ini. Beberapa data yang kami terima, sampel virus model B membuat pengidapnya menjadi seperti zombie, tidak sadarkan diri, dengan halusinasi yang sangat-sangat tinggi.”
Sementara laporan terus berlangsung.
“Masakanmu enak, Win. Dagingnya empuk dan segar.”
Pujian ini tidak disambut dengan sepatah kata apapun oleh sang istri. Ia pun tak peduli akan respons itu, dengan sambil tertawa ia terus melahap habis jari-jemari istrinya sendiri. Mulutnya berlumur darah, sementara isteri sudah tidak sadarkan diri.